Cari Blog Ini

Selasa, 16 Oktober 2012

Model Komunikasi Kesehatan


Komunikasi berkaitan erat dengan kehidupan sehari2. Termasuk juga dalam dunia kesehatan. Masih ingat kasus Prita Mulyasari ? Berawal saat Prita meminta RS Omni Internasional Tangerang untuk memberikan hasil laboratorium mengenai penyakitnya. Namun pihak RS tidak memenuhinya. Kemudian Prita mengirim email kepada beberapa temannya. Email tersebut berisi ketidakpuasan Prita terhadap pelayanan RS dan buruknya pelayanan kedua dokter yang merawatnya. Pihak RS menilai tindakan Prita telah mencemarkan nama baik dokter maupun RS Omni. Setelah melalui proses di pengadilan, akhirnya Prita divonis bebas oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tangerang pada tanggal 12 Desember 2009. Kasus ini menunjukkan buruknya komunikasi kesehatan yang dilakukan pihak RS dan kedua dokter yang merawat Prita.

Dari kasus di atas, kita menyadari pentingnya bagi profesional medis untuk meningkatkan pelayanan dengan meningkatkan keterampilan komunikasi mereka. Setengah abad yang lalu, Michael Balint menyatakan bahwa obat yang paling efektif dalam praktik medis adalah dokter itu sendiri (Bensing dan Verhaak, 2004 : 262). Keterampilan komunikasi ini bukan bawaan, melainkan dapat dipelajari.

Menurut Charles et al, 2004, ada tiga model komunikasi kesehatan (dokter dan pasien) yaitu :

* Paternalistic Model. Dalam model komunikasi ini, dokter mengendalikan aliran informasi kepada pasien dan memutuskan pengobatan.

* Informed Model. Model komunikasi ini menggambarkan dokter menyampaikan semua informasi yang diperlukan kepada pasien. Informasi itu berisi manfaat dan resiko berbagai pengobatan berdasarkan bukti yang sah. Setelah itu pasien sendiri yang mempertimbangkan dan memutuskan apa yang terbaik baginya.

* Shared Model. Model ini mengasumsikan bahwa dokter dan pasien membuat keputusan bersama, terutama mengenai pengobatan medis. Model komunikasi dokter-pasien terbaru ini ditandai dengan partisipasi pasien yang lebih aktif. Arus informasi dikendalikan baik oleh dokter ataupun oleh pasien.

Meskipun belum ada penelitian yang ekstensif mengenai keterampilan dokter berkomunikasi dan model komunikasi yang mereka lakukan dengan pasien, Deddy Mulyana menduga model paternalistik paling dominan terjadi dalam dunia kesehatan di Indonesia. Salah satu contoh adalah kasus Prita di atas. Dimana pihak RS dan dokter menempatkan Prita sebagai objek atau komoditas semata yang mendatangkan keuntungan.

Padahal menurut Deddy Mulyana, model komunikasi paling berguna untuk penyembuhan pasien adalah Shared Model. Model komunikasi ini menempatkan pasien sebagai subjek yang mempunyai latar belakang sosial budaya, nilai-nilai, harapan, perasaan, keinginan, kekhawatiran dan juga mendambakan kebahagiaan.

Shared model juga memungkinkan terjadinya dialog, dimana peran dokter bukanlah membujuk pasien untuk menerima pendapatnya. Namun untuk menemukan perbedaan diantara mereka dan kesimpulan bersama mengenai realitas klinis yang dialami pasien. Dalam konteks ini, hubungan dokter dan pasien sebagai mitra medis yang saling membutuhkan dalam memerangi keadaan sakitnya pasien. Ini membuat pasien lebih kooperatif untuk mengikuti rencana pengobatan seperti yang disarankan dokter. Pada saat yang sama, pasienpun bertanggung jawab untuk memutuskan nasibnya sendiri.

Menurut Adler, hubungan di atas memberikan hasil lebih baik : rekaman medis lebih lengkap, penilaian lebih baik, diagnosis lebih cermat, resep lebih murah dan penyembuhan lebih cepat (Angelelli, 2004 : 16)

Dalam pandangan Cegala (2005 : 5), jika dokter hanya mengumpulkan informasi tentang penyakit tetapi bukan keadaan sakit, yakni tanpa memahami konteks budaya sosial budaya lebih luas yang melatarbelakangi problem medis pasien, maka informasi yang mungkin sangat penting akan hilang dan kecermatan diagnosis dan rencana pengobatan akan berbahaya. Karena bisa jadi pasien sakit kronis tidak hanya menderita secara fisik saja tapi juga mempunyai pengalaman hidup yang berhubungan dengan keadaan sakit.

Dalam konteks inilah, para profesional medis perlu meningkatkan keterampilan komunikasi mereka agar kasus malpraktik tidak terjadi lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar